Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek menjelaskan perbedaan imunisasi difteri dan campak. Menurut Nila, imunisasi campak memberikan imunitas pada tubuh dengan menetap.
Namun lain halnya dengan dengan imunisasi difteri. Imunisasi difteri hanya memberikan imunitas sementara, karena itu imunitas difteri harus dilakukan secara berulang.
"Kami mencoba lakukan penelitian antibodi masyarakat, ternyata memang rendah, hanya mencapai sekitar 60%. Saya kira ini membuktikan bahwa telah terjadi gap imunisasi di masyarakat. Dan memang setelah kita coba melihat orang yang tidak punya antibodi mungkin salah satunya karena penolakan atau tidak lengkapnya melakukan imunisasi,'' ujar Nila.
Sementara, pemberian imunisasi difteri menyasar 7,9 juta anak. Pemberian imunisasi ini menyasar anak usia 1—18 tahun diberikan secara gratis. Namun untuk usia di atas 18 tahun, saat ini belum diberikan secara gratis sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya secara swadaya atau sendiri.
"Imunisasi difteri, dilakukan saat bayi berusia 2 bulan setelah lahir, 3 bulan, dan 4 bulan, kemudain diulang pada usia 18 bulan. Setelah itu, imunisasi kembali diberikan saat anak kelas 1, kelas 2, dan kelas 5 sekolah dasar. Saat ini pengulangan akan dilakukan kepada anak-anak yang berusia 1 sampai 18 tahun,'' kata dia.
Difteri merupakan infeksi serius yang terjadi pada hidung dan tenggorokan. Penyakit yang sangat menular ini disebabkan oleh kuman corynebacterium diptheriare dan dapat menyerang orang, khususnya anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan. Tingkat penularan difteri pun sangat tinggi karena penularan bakteri terjadi melalui percikan ludah saat bersin atau batuk sehingga sangat mudah menular.