(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Ketahui Penyebab Asfiksia Neonatorum pada Bayi

Admin rsud | 10 Oktober 2019 | 18414 kali

Asfiksia neonatorum (asfiksia perinatal atau asfiksia bayi baru lahir) terjadi ketika bayi tidak mendapatkan oksigen yang cukup, selama proses persalinan berlangsung. Asfiksia neonatorum dapat menjadi kondisi yang fatal, seperti gawat janin.

Bahkan, kondisi asfiksia neonatorum berat dapat memicu kelainan akibat cedera otak, atau hipoksia-iskemik ensefalopati. Kurangnya oksigen dan darah, bisa mengakibatkan kelainan otak tersebut.

Bayi yang lahir prematur, maupun bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan kehamilan seperti diabetes mellitus atau preeklampsia, memiliki resiko tinggi terhadap asfiksia neonatorum. Selain itu, bayi dengan berat lahir rendah juga rentan mengalami asfiksia neonatorum.

Gejala dan Penyebab Asfiksia Neonatorum

Gejala asfiksia neonatorum dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung setelah persalinan. Denyut jantung janin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, dapat digunakan sebagai acuan terjadinya asfiksia neonatorum.

1. Gejala Asfiksia Neonatorum

Beberapa gejala asfiksia neonatorum yang dapat diamati pada saat bayi baru lahir antara lain:

  • Kulit yang pucat atau kebiru-biruan (sianosis)
  • Kesulitan bernapas, yang ditandai dengan napas cuping hidung atau pernapasan perut
  • Denyut nadi yang rendah
  • Anggota badan kaku atau lemas (hiotonia)
  • Respons yang buruk terhadap stimulasi

Semakin lama bayi kekurangan oksigen, gejala asfiksia akan semakin bertambah parah. Pada gejala yang parah ini, dapat terjadi kerusakan dari beberapa organ seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan otak. Kerusakan tersebut muncul secara langsung maupun tak langsung.

Kerusakan terjadi secara langsung, ketika sel yang kekurangan oksigen mengalami gangguan. Sementara itu, kerusakan muncul secara tidak langsung, melalui radikal bebas dari sel yang kekurangan oksigen.

2. Penyebab Asfiksia Neonatorum

Seluruh proses yang menyebabkan terjadinya gangguan penyerapan oksigen oleh bayi, dapat menyebabkan asfiksia neonatorum. Oleh karena itu, pada proses persalinan, dokter atau bidan harus memastikan bahwa kadar oksigen ibu dan bayi terpenuhi, untuk mencegah terjadinya asfiksia neonatorum. Beberapa penyebab asfiksia neonatorum adalah:

  • Tersumbatnya jalan napas bayi
  • Anemia yang membuat darah tidak dapat membawa cukup oksigen
  • Proses persalinan berlangsung lama atau sulit
  • Ibu hamil tidak mendapatkan oksigen yang cukup sebelum atau selama persalinan
  • Ibu hamil memiliki tekanan darah yang terlalu tinggi atau rendah, saat persalinan berlangsung
  • Ibu dan/atau bayi mengalami infeksi
  • Plasenta lepas dari rahim terlalu cepat, yang mengakibatkan hilangnya oksigen
  • Bayi terlilit tali pusar
  • Infeksi

Pada umumnya setelah bayi baru dilahirkan, dokter akan melakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring yang dinamakan skor Apgar. Pemeriksaan ini berlangsung pada lima menit pertama kelahiran.

Skor Apgar akan menunjukkan kondisi pernapasan, denyut nadi, keadaan umum, respons terhadap rangsangan, dan kontraksi otot bayi. Tiap variabel dari skor Apgar dinilai dengan angka 0 hingga 2. Semakin rendah skor Apgar, maka risiko asfiksia neonatorum akan semakin tinggi.

Terapi dan Penanganan untuk Asfiksia Neonatorum

Tindakan resusitasi dilakukan untuk mengembalikan napas bayi yang mengalami kondisi asfiksia neonatorum. Tim medis akan melakukan berbagai langkah untuk menyelamatkan bayi, dengan cara memperlancar jalan napas, memberikan oksigen, serta memijat jantung.

Selain itu, dokter juga mungkin memberikan obat-obatan, serta memasang alat bantu napas melalui intubasi. Seluruh langkah tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia pada bayi memburuk.

Antisipasi adalah kunci terbaik untuk mencegah terjadinya asfiksia neonatorum. Identifikasi faktor risiko ibu dan bayi selama masa kehamilan, akan membantu seluruh tenaga medis mempersiapkan tindakan yang diperlukan untuk mencegah, dan melakukan resusitasi bayi dengan asfiksia neonatorum.