Tak hanya bisa menjadi sumber penularan penyakit malaria maupun demam berdarah, gigitan nyamuk juga dapat memicu radang otak Japanese Encephalitis (JE). Penyakit JE merupakan penyakit yang bersumber dari binatang, yang ditularkan melalui vektor penyebar virus JE yaitu nyamuk Culex.
Kementerian Kesehatan mencatat, jenis nyamuk biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain area persawahan, kolam, atau selokan. Sedangkan reservoarnya adalah babi, kuda, dan beberapa spesies burung.
"Nyamuk Culex sifatnya antrosoofilik yang tidak hanya menghisap darah binatang tapi juga darah manusia, karena itulah melalui gigitan nyamuk dapat terjadi penularan JE dari hewan kepada manusia," ujar Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, drg. Murti Utami, MPH, dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Jumat (2/3/2018).
Ia menambahkan, virus JE merupakan penyebab utama kejadian penyakit ensefalitis virus di Asia. WHO (2012) menggambarkan bahwa negara-negara berisiko JE ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia antara lain Jepang, Korea, India, Srilanka, dan Indonesia, serta sebagian northern territory di Australia.
Data surveilans kasus JE di Indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat sembilan provinsi yang melaporkan adanya kasus JE, di antaranya adalah Provinsi Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau.
"Hasil surveilans sentinel 2016 di 11 provinsi menunjukkan bahwa terdapat 326 kasus AES dengan 43 kasus (13%) di antaranya positif JE. Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia terdapat pada kelompok usia ≤ 15 tahun dan 15% pada kelompok usia > 15 tahun. Kasus JE terbanyak terdapat di provinsi Bali," tambah dia.
Gejala radang otak Ensefalitis biasanya muncul antara 4-14 hari setelah gigitan nyamuk dengan gejala utama berupa demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala yang disertai perubahan gradual gangguan bicara, berjalan, serta adanya gerakan involuntir ekstremitas ataupun disfungsi motorik lainnya.
Pada anak, gejala awal biasanya berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang. Kejadian kejang terjadi pada 75 persen kasus anak. Sedangkan pada penderita dewasa, keluhan yang paling sering muncul adalah sakit kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
"Radang otak ini bisa menyebabkan kematian, dengan presentase 5 sampai 30 persen. Angka kematian ini lebih tinggi pada anak, terutama anak berusia kurang dari 10 tahun," tambah dia.
Bila bertahan hidup, bisanya penderita seringkali mengalami gejala sisa sekuel, antara lain gangguan sistem motorik seperti kelumpuhan; gangguan perilaku seperti agresif, emosi tak terkontrol, gangguan perhatian, depresi atau gangguan intelektual; hingga gangguan memori, epilepsi, kebutaan.
Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Oleh karena itu, upaya pencegahan sangat penting. Murti mengatakan pencegahan bisa dilakukan dengan pemberian imunisasi dan menghindari gigitan nyamuk.