Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang berfluktuasi dan individual. Asma dapat diobati ,dikontrol dengan baik ,tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu prestasi penyandang Asma. Tetapi dengan kontrol yang tidak baik dan pengobatan yang tidak tepat penyakit asma dapat menjadi berat dan mengganggu aktivitas terlebih bila pengelolaan tidak baik asma dapat menyebabkan kematian.
Tujuan penatalaksanaan asma agar tercapai penyakit asma yang terkontrol.
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperreaktiviti bronkus sehingga memudahkan terjadinya penyempitan saluran nafas.
Mekanisme terjadinya gejala asma:
Berdasarkan mekanisme tersebut pemberian obat asma terdiri dari obat controller ( obat pengontrol asma) dan obat reliefer (obat pelega napas) . Obat pengontrol asma yaitu obat anti inflamasi dan diberikan dalam waktu yang panjang dan dosisnya diturunkan secara bertahap. Obat pelega napas digunakan untuk melegakan jalan napas.
Pola penyakit asma umumnya adalah fluktuatif artinya pola penyakit dapat berbeda dari waktu ke waktu dapat tenang terkontrol tanpa gejala tetapi dapat timbul serangan bila terpapar oleh factor pencetus. Bila terjadi asma dengan serangan maka akan mengganggu aktiviti dan menimbulkan gejala asma seperti batuk,produksi lendir ,sesak napas dengan mengi atau tanpa mengi. Individual artinya untuk setiap orang berbeda derajat penyakitnya demikian pula halnya dengan factor pencetus dan jenis obat yang digunakan.
Pasien Asma berdasarkan gejala klinis dan fungsi parunya terbagi atas derajat asma intermitten,persisten ringan,persisten sedang,dan persisten berat.Pembagian ini digunakan untuk memilih obat dan perencanaan pengobatan.Dengan kepatuhan dan obat yang tepat diharapkan derajat asma dapat menjadi lebih ringan dan jumlah obat yang digunakan berkurang.Bila pengobatan tidak tepat dan pasien tidak patuh derajat asma akan menjadi lebih berat
Pasien asma sebaiknya mengenal apa yang menjadi factor pencetus terjadinya asma serangan karena setiap orang akan berbeda sensitifiti dan jenis pencetusnya.
sumber : Ditulis oleh: Dr. Alex K. S. Ginting, SpP FCCP - Spesialis Paru