HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit.
HIV belum bisa disembuhkan, tapi ada pengobatan yang bisa digunakan untuk memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan ini juga akan membuat penderitanya hidup lebih lama, sehingga bisa menjalani hidup dengan normal.
Dengan diagnosis HIV dini dan penanganan yang efektif, pengidap HIV tidak akan berubah menjadi AIDS. AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Di Indonesia, sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun 1987 HIV tersebar di 368 dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi. Pulau Bali adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi HIV/AIDS di Indonesia.
Menurut UNAIDS, di Indonesia ada sekitar 690 ribu orang pengidap HIV sampai tahun 2015. Dari jumlah tersebut, setengah persennya berusia antara 15 hingga 49 tahun. Wanita usia 15 tahun ke atas yang hidup dengan kondisi HIV sekitar 250 ribu jiwa. Angka kematian akibat AIDS mencapai 35 ribu orang. Dengan demikian terdapat anak-anak yatim piatu akibat kematian orang tua karena AIDS berjumlah 110.000 anak.
HIV adalah jenis virus yang rapuh. Tidak bisa bertahan lama di luar tubuh manusia. HIV bisa ditemukan di dalam cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Cairan yang dimaksud adalah cairan sperma, cairan vagina, cairan anus, darah, dan ASI. HIV tidak bisa menyebar melalui keringat atau urine.
Di Indonesia faktor penyebab dan penyebaran virus HIV/AIDS terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu melalui hubungan seks yang tidak aman dan bergantian jarum suntik saat menggunakan narkotika.
Berikut ini adalah beberapa cara penyebaran HIV lainnya:
Jika Anda merasa memiliki risiko terinfeksi virus HIV, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes HIV yang disertai konseling. Segeralah mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat (klinik VCT) untuk tes HIV. Dengan tes ini akan diketahui hasil diagnosis HIV pada tubuh Anda.
Layanan tes HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and Testing) atau KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela). Tes ini bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum melakukan tes, konseling diberikan terlebih dahulu. Konseling bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dan juga pola hidup keseharian. Setelah tahap ini, dibahaslah cara menghadapi hasil tes HIV jika terbukti positif.
Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi terhadap HIV di dalam sampel darah. Antibodi adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kuman atau bakteri tertentu. Tes HIV mungkin akan diulang satu hingga tiga bulan setelah seseorang melakukan aktivitas yang dicurigai bisa membuatnya tertular virus HIV.
Ada beberapa tempat untuk melakukan tes HIV. Anda bisa menanyakan pada rumah sakit atau klinik kesehatan terdekat. Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang fokus untuk urusan HIV/AIDS, di antaranya:
Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN).
Jika hasilnya positif, Anda akan dirujuk menuju klinik atau rumah sakit spesialis HIV. Beberapa tes darah lainnya mungkin akan diperlukan. Tes ini untuk memperlihatkan dampak dari HIV kepada sistem kekebalan Anda. Anda juga bisa membicarakan tentang pilihan penanganan yang bisa dilakukan.
Meski belum ada obat untuk sepenuhnya menghilangkan HIV, tapi langkah pengobatan HIV yang ada pada saat ini cukup efektif. Pengobatan yang dilakukan bisa memperpanjang usia hidup penderita HIV dan mereka bisa menjalani pola hidup yang sehat.
Terdapat obat-obatan yang dikenal dengan nama antiretroviral (ARV) yang berfungsi menghambat virus dalam merusak sistem kekebalan tubuh. Obat-obatan tersebut diberikan dalam bentuk tablet yang dikonsumsi setiap hari. Anda akan disarankan melakukan pola hidup sehat. Misalnya makanan sehat, tidak merokok, mendapatkan vaksin flu tahunan, dan vaksin pneumokokus lima tahunan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko terkena penyakit berbahaya.
Tanpa pengobatan, orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan menurun drastis. Dan mereka cenderung menderita penyakit yang membahayakan nyawa seperti kanker. Hal ini dikenal sebagai HIV stadium akhir atau AIDS.
Cara terbaik untuk mencegah HIV adalah dengan melakukan hubungan seks secara aman, dan tidak pernah berbagi jarum, dan peralatan menyuntik apa pun. Semua yang pernah berhubungan seks tanpa kondom dan berbagi jarum atau suntikan, lebih berisiko untuk terinfeksi HIV.
Infeksi HIV muncul dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah serokonversi (Periode waktu tertentu di mana antibodi HIV sudah mulai berkembang untuk melawan virus.). Tahap kedua adalah masa ketika tidak ada gejala yang muncul. Dan tahap yang ketiga adalah infeksi HIV berubah menjadi AIDS.
Orang yang terinfeksi virus HIV akan menderita sakit mirip seperti flu. Setelah ini, HIV tidak menimbulkan gejala apa pun selama beberapa tahun. Gejala seperti flu ini akan muncul beberapa minggu setelah terinfeksi. Masa waktu inilah yang sering disebut sebagai serokonversi.
Diperkirakan, sekitar 8 dari 10 orang yang terinfeksi HIV mengalami ini. Gejala yang paling umum terjadi adalah:
Gejala-gejala di atas bisa bertahan selama satu hingga dua bulan, atau bahkan lebih lama. Ini adalah pertanda sistem kekebalan tubuh sedang melawan virus. Tapi, gejala tersebut bisa disebabkan oleh penyakit selain HIV. Kondisi ini tidak semata-mata karena terinfeksi HIV.
Lakukan tes HIV jika Anda merasa berisiko terinfeksi atau ketika muncul gejala yang disebutkan di atas. Tapi perlu diingat, tidak semua orang mengalami gejala sama seperti yang disebutkan di atas. Jika merasa telah melakukan sesuatu yang membuat Anda berisiko terinfeksi, kunjungi klinik atau rumah sakit terdekat untuk menjalani tes HIV.
Setelah gejala awal menghilang, biasanya HIV tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun. Periode ini disebut sebagai masa inkubasi, atau masa laten. Virus yang ada terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh. Pada tahapan ini, Anda akan merasa sehat dan tidak ada masalah. Kita mungkin tidak menyadari sudah mengidap HIV, tapi kita sudah bisa menularkan infeksi ini pada orang lain. Lama tahapan ini bisa berjalan sekitar 10 tahun atau bahkan bisa lebih.
Jika tidak ditangani, HIV akan melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi. Dengan kondisi ini, Anda akan lebih mudah terserang penyakit serius. Tahap akhir ini lebih dikenal sebagai AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Berikut ini adalah gejala yang muncul pada infeksi HIV tahap terakhir:
Risiko terkena penyakit yang mematikan akan meningkat pada tahap ini. Misalnya kanker, TB, dan pneumonia. Tapi meski ini penyakit mematikan, pengobatan HIV tetap bisa dilakukan. Penanganan lebih dini bisa membantu meningkatkan kesehatan.
Di Indonesia penyebaran virus HIV/AIDS terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu melalui hubungan seks yang tidak aman dan bergantian untuk pengguna narkotika suntik (penasun).
Entah terjadi gejala atau tidak, seseorang yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus kepada orang lain. Orang yang positif mengidap HIV lebih mudah menularkan virus beberapa minggu setelah mereka tertular. Pengobatan terhadap HIV akan menurunkan risiko penyebaran kepada orang lain.
HIV tidak menular semudah itu ke orang lain. Virus ini tidak menyebar melalui udara seperti virus batuk dan flu. HIV hidup di dalam darah dan beberapa cairan tubuh. Tapi cairan seperti air liur, keringat, atau urine tidak bisa menularkan virus ke orang lain. Ini dikarenakan kandungan virus di cairan tersebut tidak cukup banyak. Cairan yang bisa menularkan HIV ke dalam tubuh orang lain adalah:
HIV tidak tertular dari ciuman, air ludah, gigitan, bersin, berbagi perlengkapan mandi, handuk, peralatan makan, memakai toilet atau kolam renang yang sama, digigit binatang atau serangga seperti nyamuk. Cara yang utama agar virus bisa memasuki ke dalam aliran darah adalah:
Penyebaran virus yang paling utama adalah dengan cara hubungan seks melalui vagina dan anal tanpa pelindung. Seks oral tanpa pelindung juga berisiko terinfeksi, tapi risikonya cukup kecil. Penyebaran HIV melalui seks oral akan meningkat jika orang yang melakukan seks oral sedang sariawan atau terdapat luka di mulut. Atau melakukan seks dengan orang yang baru saja terinfeksi HIV dan punya banyak virus di tubuhnya.
Selain melalui hubungan seks, HIV bisa menular melalui:
Sistem kekebalan tubuh bertugas melindungi kita dari penyakit yang menyerang. Salah satu unsur yang penting dari sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4 (salah satu jenis sel darah putih). Sel ini melindungi dari beragam bakteri, virus, dan kuman lainnya.
HIV menginfeksi sistem kekebalan tubuh. Virus memasuki sistem kekebalan pada sel CD4. Virus ini memanfaatkan sel CD4 untuk menggandakan dirinya ribuan kali. Virus yang menggandakan diri ini akan meninggalkan sel CD4 dan membunuhnya pada waktu yang sama. Makin banyak sel CD4 yang mati, sistem kekebalan tubuh akan makin rendah. Hingga akhirnya, sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi.
Ketika proses ini terjadi, tubuh akan tetap merasa sehat dan tidak ada masalah. Kondisi ini bisa berlangsung selama 10 tahun atau bahkan lebih. Dan penderita bisa menyebarkan virus pada periode ini.
Ingatlah bahwa semua orang berisiko terinfeksi HIV, tanpa mengenal batasan usia. Tapi terdapat beberapa kelompok orang yang lebih berisiko terinfeksi HIV. Mereka adalah:
Orang yang baru saja terinfeksi HIV akan mengalami gejala seperti penyakit flu. Ini terjadi selama kurang lebih satu bulan hingga dua bulan setelah terinfeksi. Gejala awal yang muncul seperti demam, tenggorokan sakit, dan munculnya ruam. Tapi, beberapa orang yang menderita HIV tidak merasakan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
Hanya dengan menjalani tes HIV, kita bisa tahu pasti apakah kita terinfeksi atau tidak. Makin cepat HIV terdeteksi, maka tingkat keberhasilan pengobatan akan lebih tinggi. Jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV, konsultasikan kepada dokter atau klinik kesehatan terdekat.
Jangan menunda penanganan setelah Anda tahu telah terinfeksi HIV. Jika terlambat, virus bisa dengan cepat menyebar ke dalam sistem kekebalan tubuh. Hal ini bisa mengganggu kesehatan Anda. Anda juga bisa menghindari penyebaran virus kepada orang-orang terdekat atau pun kepada orang lain.
Untuk menguji apakah kita terinfeksi HIV, satu tes yang paling umum adalah tes darah. Darah akan diperiksa di laboratorium. Tes ini berfungsi untuk menemukan antibodi terhadap HIV di dalam darah. Tapi, tes darah ini baru bisa dipercaya jika dilakukan setidaknya sebulan setelah terinfeksi HIV, karena antibodi terhadap HIV tidak terbentuk langsung setelah infeksi awal. Antibodi terhadap HIV butuh waktu sekitar dua minggu hingga enam bulan, sebelum akhirnya muncul di dalam darah.
Masa antara infeksi HIV dan terbentuknya antibodi yang cukup untuk menunjukkan hasil tes positif disebut sebagai “masa jendela”. Pada masa ini, seseorang yang terinfeksi HIV sudah bisa menularkan virus ini, meski dalam tes darah tidak terlihat adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
Salah satu cara mendiagnosis HIV selain dengan tes darah adalah Tes “Point of care”. Pada tes ini, sampel liur dari mulut atau sedikit tetes darah dari jari akan diambil, dan hasilnya akan keluar hanya dalam beberapa menit.
Sebelum seseorang diberikan diagnosis yang pasti, perlu dilakukan beberapa kali tes untuk memastikan. Hal ini dikarenakan masa jendela HIV cukup lama. Jadi, hasil tes pertama yang dilakukan belum tentu bisa dipercaya. Lakukan tes beberapa kali jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV.
Jika dinyatakan positif HIV, beberapa tes harus dilakukan untuk memerhatikan perkembangan infeksi. Setelah itu, barulah bisa diketahui kapan harus memulai pengobatan terhadap HIV.
Ada beberapa tempat untuk melakukan tes darah HIV. Bahkan, beberapa puskesmas juga sudah menyediakan layanan untuk tes HIV. Klik tautan ini untuk melihat beberapa rumah sakit di Indonesia yang menyediakan fasilitas tes HIV dan layanan bagi pengidap HIV dan AIDS.
Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang fokus untuk urusan HIV/AIDS, di antaranya:
Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Anda bisa berkonsultasi kepada mereka tentang segala hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS.
Sekarang, alat tes HIV rumahan juga tersedia bebas untuk dibeli di apotik, klinik kesehatan, atau melalui internet. Tapi, untuk lebih jelas dalam memahami virus ini, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter.
Jika berminat melakukan tes HIV, sebelumnya akan diberikan penyuluhan atau konseling. Tes HIV tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
Belum ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV, tapi ada pengobatan yang bisa memperlambat perkembangan penyakit. Perawatan ini bisa membuat orang yang terinfeksi untuk hidup lebih lama dan bisa menjalani pola hidup sehat. Ada berbagai macam jenis obat yang dikombinasikan untuk mengendalikan virus.
Jika merasa atau mencurigai baru saja terkena virus dalam rentan waktu 3x24 jam, obat anti HIV bisa mencegah terjadinya infeksi. Obat ini bernama post-exposure prophylaxis (PEP) atau di Indonesia dikenal sebagai profilaksis pasca pajanan. Profilaksis adalah prosedur kesehatan yang bertujuan mencegah daripada mengobati.
Pengobatan ini harus dimulai maksimal tiga hari setelah terjadi pajanan (terpapar) terhadap virus. Idealnya, obat ini bisa diminum langsung setelah pajanan terjadi. Makin cepat pengobatan, maka lebih baik.
Pengobatan memakai PEP ini berlangsung selama sebulan. Efek samping obat ini serius dan tidak ada jaminan bahwa pengobatan ini akan berhasil. PEP melibatkan obat-obatan yang sama seperti pada orang yang sudah dites positif HIV.
Obat ini bisa Anda dapatkan di dokter spesialis penyakit infeksi menular seksual (IMS) atau di rumah sakit.
Jika hasil tes positif atau reaktif berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes ini seharusnya disampaikan oleh penyuluh (konselor) atau pun dokter. Mereka akan memberi tahu dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghadapi situasi yang terjadi saat itu.
Tes darah akan dilakukan secara teratur untuk mengawasi perkembangan virus sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dilakukan setelah virus mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Ini bisa ditentukan dengan mengukur tingkat sel CD4 (sel yang bertugas melawan infeksi) dalam darah.
Pengobatan biasanya disarankan setelah CD4 di bawah 350, entah terjadi gejala atau tidak. Jika CD4 sudah mendekati 350, disarankan untuk melakukan pengobatan secepatnya. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tingkat virus HIV dalam darah. Ini juga untuk mencegah atau menunda penyakit yang terkait dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.
Bagi penderita hepatitis B dan hepatitis C yang juga terinfeksi HIV, pengobatan disarankan ketika angka CD4 di bawah 500. Jika penderita HIV sedang menjalani radioterapi atau kemoterapi yang akan menekan sistem kekebalan tubuh, pengobatan dilakukan dengan angka CD4 berapa pun. Atau ketika Anda juga menderita penyakit lain seperti TB, penyakit ginjal, dan penyakit otak.
Antiretroviral (ARV) adalah beberapa obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV. Obat-obatan ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan virus. HIV bisa mudah beradaptasi dan kebal terhadap satu golongan ARV. Oleh karena itu, kombinasi golongan ARV akan diberikan pada penderita. Beberapa golongan ARV adalah:
Pengobatan kombinasi ini lebih dikenal dengan nama terapi antiretroviral (ART). Biasanya pasien akan diberikan tiga golongan obat ARV. Kombinasi obat ARV yang diberikan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, jadi jenis pengobatan ini bersifat pribadi atau khusus.
Beberapa obat ARV sudah digabungkan menjadi satu pil. Begitu pengobatan HIV dimulai, mungkin obat ini harus dikonsumsi seumur hidup. Jika satu kombinasi ARV tidak berhasil, mungkin perlu beralih ke kombinasi ARV lainnya.
Penggabungan beberapa tipe pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV bisa menimbulkan reaksi dan efek samping yang tidak terduga. Selalu konsultasikan kepada dokter sebelum mengonsumsi obat yang lain.
Bagi wanita hamil yang positif terinfeksi HIV, ada obat ARV khusus untuk wanita hamil. Obat ini untuk mencegah penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Tanpa pengobatan, terdapat perbandingan 25 dari 100 bayi akan terinfeksi HIV. Risiko bisa diturunkan kurang dari satu banding 100 jika diberi pengobatan sejak awal.
Dengan pengobatan lebih dini, risiko menularkan virus melalui kelahiran normal tidak meningkat. Tapi bagi beberapa wanita, tetap disarankan untuk melahirkan dengan operasi caesar.
Bagi wanita yang terinfeksi HIV, disarankan untuk tidak memberi ASI kepada bayinya. Virus bisa menular melalui proses menyusui. Jika Anda adalah pasangan yang menderita HIV, bicarakan kepada dokter sebagaimana ada pilihan untuk tetap hamil tanpa berisiko tertular HIV.
Anda harus membuat jadwal rutin untuk memasukkan pengobatan HIV ke dalam pola hidup sehari-hari. Pengobatan HIV bisa berhasil jika Anda mengonsumsi obat secara teratur (pada waktu yang sama setiap kali minum obat). Jika melewatkan satu dosis saja, efeknya bisa meningkatkan risiko kegagalan.
Semua pengobatan untuk HIV memiliki efek samping yang tidak menyenangkan. Jika terjadi efek samping yang tidak normal, Anda mungkin perlu mencoba kombinasi obat-obatan ARV yang lainnya. Berikut adalah contoh efek samping yang umumnya terjadi:
Tidak ada vaksin untuk mencegah HIV dan tidak ada obat untuk AIDS, tapi Anda bisa melindungi diri agar tidak terinfeksi. Satu-satunya cara untuk mencegah terinfeksi HIV adalah dengan menghindari kegiatan yang meningkatkan risiko tertular HIV. Pada dasarnya, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.
Cara-cara yang paling umum untuk terinfeksi HIV adalah berhubungan seks tanpa kondom, dan berbagi jarum atau alat suntik lainnya. Jika Anda terinfeksi HIV, Anda bisa menularkannya dengan cara-cara tersebut. Jika kedua pasangan terinfeksi, tetap lakukan hubungan seks yang aman. Anda bisa tertular jenis virus HIV lain yang mungkin tidak bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang Anda konsumsi.
Risiko tertinggi infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom melalui vagina maupun anal. Risiko tertular melalui seks oral cukup rendah, tapi bukan berarti nol. Seks oral bisa menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual lain seperti sifilis. Mainan dan alat bantu seks juga berisiko dalam menyebarkan HIV jika salah satu pengguna mainan dan alat bantu seks ini positif terinfeksi HIV.
Cara terbaik untuk mencegah HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya adalah dengan memakai kondom untuk segala jenis penetrasi seks. Dan gunakan dental dam untuk melakukan seks oral. Dental dam adalah selembar kain berbahan lateks. Kain ini berfungsi sebagai penghalang antara mulut dan vagina atau anus. Hal ini bertujuan untuk menurunkan penyebaran IMS selama melakukan seks oral.
Bagi orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV, mengonsumsi obat emtricitabine-tenofovir (Truvada) bisa mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan seksual. Truvada juga digunakan pada perawatan HIV bersamaan dengan obat-obatan lainnya.
Jika Anda tidak tahu status infeksi HIV pasangan, maka selalu gunakan kondom baru tiap melakukan hubungan seks anal maupun seks vaginal. Kondom tersedia dalam berbagai bentuk, warna, tekstur, bahan, dan rasa yang berbeda. Kondom tersedia baik untuk pria maupun wanita.
Kondom adalah bentuk perlindungan paling efektif melawan HIV dan Infeksi Menular Seksual lainnya. Kondom bisa digunakan untuk hubungan seks apa pun. Sangat penting untuk memakai kondom sebelum kontak seksual apa pun yang muncul antara penis, vagina, mulut, atau anus. HIV bisa ditularkan sebelum terjadi ejakulasi. Ini terjadi ketika keluarnya cairan awal dari alat kelamin dan dari anus.
Gunakan kondom yang berbahan lateks atau poliuretan (latex and polyurethane) ketika melakukan hubungan seks. Gunakan kondom begitu Anda atau pasangan mengalami ereksi, bukan sebelum ejakulasi.
Pelumas digunakan untuk menambah kenyamanan dan keamanan hubungan seks dengan tujuan menambah kelembapan pada vagina maupun anus selama seks. Pelumas akan mengurangi risiko terjadinya kulit luka (sobek) pada vagina atau anus. Pelumas juga mencegah agar kondom tidak sobek.
Hanya gunakan pelumas yang berbahan dasar air, bukan yang berbahan minyak. Pelumas yang berbahan minyak bisa melemahkan kekuatan kondom dan bahkan bisa merobek kondom.
Jika Anda memakai jarum untuk menyuntikkan obat, pastikan jarumnya steril. Jangan berbagi jarum, suntikan, atau perlengkapan menyuntik lagi seperti spon dan kain. Berbagi jarum bisa meningkatkan risiko terinfeksi HIV dan virus lain yang ada di dalam darah, misalnya hepatitis C.
Jika Anda ingin membuat tato atau tindik, pastikan selalu memakai jarum yang steril dan bersih. Jangan melakukan aktivitas ini di tempat sembarangan. Pastikan Anda memeriksa jarum yang digunakan.
Sunat pada pria adalah prosedur pembedahan untuk memotong kulit di bagian ujung penis. Sunat yang dilakukan pada kelamin pria mampu mengurangi risiko pria terkena HIV.