(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Mengenal Virus Influenza di Indonesia

Admin rsud | 06 Maret 2018 | 2074 kali

Laporan kejadian penyakit AI (Avian Influenza) atau flu burung pada unggas, dalam 2 bulan terakhir mengalami lonjakan di berbagai wilayah di tanah air. virus subtipe H9N2 terdeteksi dari sampel unggas asal sebuah pasar unggas di Makassar, yang telah diteguhkan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dan DNA sequencing. Kasus serangan virus H9N2 pertama kali ditemukan menimpa peternak di Sulawesi Selatan. Kemudian virus ini terus menyebar di usaha peternakan petelur di Jawa Timur, Jawa Tengah hingga ke Banten sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Pada kejadian infeksi virus H9N2 di lapangan, hasil PA yang signifikan teramati adalah adanya perdarahan pada organ pernafasan dan pencernaan, ditambah dengan lesi seperti 'brokoli' pada ovarium ayam. kondisi saat ini penyakit sudah tersebar di banyak provinsi di Indonesia (Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Bali) dengan sampel positif H9N2. Rata-rata umur ayam yang terserang 36-60 minggu. 

Mortalitas pada umumnya rendah namun ditandai dengan gejala penurunan produksi telur sampai 40-60% dari produksi yang lazim, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan bagi peternak. Dari hasil sekuensing menunjukkan bahwa virus H9N2 memiliki 'mono basic amino acid', sehingga virus ini merupakan LPAI. Data filogenik menunjukkan bahwa beberapa HA-H9 dan NA-N2 homolog (98%) dengan virus H9N2 Vietnam (A/Muscovy duck/Vietnam/LBM719/2014).

Virus H9N2 pertama kali diisolasi di Amerika Serikat pada tahun 1966. Di daratan China, wabah virus ini pertama kali dilaporkan pada unggas di Provinsi Guangdong pada tahun 1994. Sejak itu, infeksi H9N2 telah menyebar ke daerah lain dengan cepat, seperti provinsi Guangxi, Fujian dan Jiangsu dan menjadi subtipe  yang dominan di Cina.  H9N2 dapat menginfeksi berbagai macam hospes seperti ayam, bebek, burung puyuh, kalkun, burung pheasant, merpati, ayam hutan, chukkar, unggas air, dan mamalia seperti babi, anjing, dan manusia dilaporkan pernah terinfeksi oleh H9N2. H9N2 bisa menyebar melalui air, udara, unggas. 

Ayam, itik dan unggas liar merupakan reservoir paling penting dari virus H9N2. Air sebagai faktor penting memainkan peran kunci dalam penyebaran virus H9N2, migrasi unggas air meningkatkan penyebaran virus H9N2 ke daerah lain, sehingga merupakan tantangan yang besar untuk mengendalikan H9N2. Virus H9N2 pada unggas air dapat dipindahkan ke hewan domestik lainnya, seperti ayam dan babi, saat kontak langsung dengan unggas air. Pasar Unggas hidup merupakan kumpulan gen virus influenza, menyediakan lingkungan ideal untuk terjadinya  reassortant atau penggabungan materi genetik antar virus influenza.

Dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia kesehatan terpusat kepada semakin merebaknya penularan avian influenza A (H5N1). Meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dihawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi umat manusia di muka bumi ini. Berdasarkan data dari WHO sampai dengan awal bulan 2018, lebih dari 859 orang terinfeksi dan 453 orang meninggal. 

Penyebaran virus H5N1 di Indonesia  dimulai pada tahun 2003, terjadi wabah penyakit pada unggas di Indonesia dan beberapa negara-negara Asia Timur dan Tenggara, dengan tingkat penularan yang sangat cepat dan kematian yang sangat tinggi. Pada akhir tahun 2003 penyebab penyakit tersebut dikonfirmasi sebagai virus Influeza subtipe H5N1, sama dengan di negara-negara Asia lain. Deklarasi resmi pemerintah Indonesia dikeluarkan beberapa bulan kemudian (SK Mentan. No. 96/Kpts/PD.620/2/2004), dan pada saat dideklarasikan penyakit telah tersebar di sembilan provinsi. 

Hanya dalam waktu sekitar dua tahun sejak keberadaannya dikonfirmasi, penyakit telah tersebar di 23 provinsi, 151 kabupaten atau kota dan menimbulkan kematian sekitar 10,45 juta ekor ayam. Pemerintah mencatat selama periode Januari-April 2016 tercatat sebanyak 77.211 ternak unggas mati karena virus avian influenza atau (flu burung). Jumlah temuan virus AI selama empat bulan tahun 2016 mencapai 138 kasus. Jumlah temuan kasus flu burung itu lebih besar dibandingkan selama tahun 2015 yang sebesar 123 kasus. Jumlah kematian pada ternak unggas itu terbesar terjadi pada itik/bebek yakni sebesar 29.611 ekor.

Penyebaran virus flu burung itu juga menyerang ayam petelur (layer) sebesar 21.111 ekor. Kemudian, kematian pada ternak burung puyuh akibat virus flu burung sebesar 15.916 ekor.Adapun ayam kampung 8.406 ekor.Sementara jumlah kematian ternak unggas ayam boiler justru paling rendah yakni 2.167 ekor. Jawa Barat merupakan provinsi terbesar temuan kasus flu burung yakni 56 kasus.Ini disebabkan Jawa Barat merupakan sentra dengan jumlah populasi ternak terpadat di Tanah Air. 

Sementara provinsi Lampung dan Sulawesi Selatan menempati rangking terbesar berikutnya penyebaran virus flu burung masing masing yakni 26 dan 20 kasus. Untuk Jawa Timur terdapat enam kasus flu burung menyerang ternak unggas. Berdasarkan beberapa hasil penelitian virus H5N1 yang bersirkulasi di Indonesia adalah subclade 2.1.3 dan suclade clade 2.3.2, kedua subclade memiliki kemampuan untuk menginfeksi pada unggas dan mamalia termasuk manusia.

Penggabungan virus H9 dan H5 di Indonesia menjadi satu virus baru sangat dimungkinkan. Ini disebabkan kedua virus termasuk virus influenza dan memiliki kemampuan untuk menyebabkan terjadinya pandemik atau wabah yang dapat menimbulkan korban jiwa yang sangat banyak. Kedua virus yaitu H5 dan H9 memiliki virulensi atau keganasan yang cukup tinggi dan memiliki kemampuan menyebar sangat cepat ketika menginfeksi pada manusia. Oleh sebab itu, kewaspadaan terhadap virus H9 dan H5 sangat dibutuhkan terutama pada tempat yang memiliki resiko tinggi terhadap penularan virus influenza terutama virus H9 dan H5.