Ketika kulit Anda mengalami luka, jaringan kolagen akan akan terbentuk di atas luka. Jaringan ini terbentuk untuk memperbaiki dan melindungi bekas luka.
Pada beberapa kasus, jaringan tumbuh secara berlebihan lalu mengeras. Inilah yang kemudian disebut dengan keloid.
Keloid bisa tumbuh lebih besar dibandingkan luka aslinya. Kondisi ini lebih umum ditemukan di dada, bahu, telinga, dan pipi. Tetapi tak menutup kemungkinan untuk muncul di bagian tubuh lainnya.
Meski tidak membahayakan, keloid dapat mengganggu penampilan. Itu sebabnya banyak orang yang ingin menghilangkan keloid.
Hingga saat ini, penyebab keloid belum dapat dipastikan. Beberapa studi menyatakan keloid terjadi akibat gangguan faktor pertubuhan dan sitokin di kulit. Namun terdapat beberapa faktor yang bisa memengaruhi risiko kemunculan keloid. Apa sajakah faktor-faktor risiko tersebut?
Keloid lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki kulit gelap dibandingkan orang yang berkulit putih.
Beberapa jenis cedera dan kondisi kulit yang dapat berkontribusi pada tumbuhnya keloid meliputi bekas jerawat, bekas cacar air, luka bakar, luka tusuk, luka gigitan serangga, luka suntik, luka sayatan operasi, bekas tindik, serta tato.
Orang yang memiliki keturunan Asia dan Latin lebih berisiko untuk mengalami keloid.
Keloid cenderung memiliki komponen genetik. Artinya, Anda lebih mungkin mengalaminya apabila salah satu atau kedua orangtua Anda juga memiliki keloid pada kulitnya.
Menurut sebuah riset, orang dengan memiliki gen AHNAK lebih mungkin mengalami bekas luka keloid dibandingkan dengan orang yang tidak.
Wanita yang sedang mengandung dan orang berusia di bawah 30 tahun juga memiliki risiko mengalami keloid yang lebih besar.
Keloid umumnya akan berkembang sekitar tiga bulan hingga satu tahun, setelah Anda mengalami luka tertentu.
Pertumbuhan keloid kemudian berlanjut selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Proses ini biasanya akan berjalan lambat, tapi terkadang terjadi pembesaran selama beberapa bulan. Seseorang dianggap memiliki keloid bila terdapat:
Keloid terkadang bisa terasa gatal atau nyeri ketika bergesekan dengan pakaian. Bila ukurannya besar dan mengeras, keloid juga bisa menghalangi kebebasan Anda dalam bergerak.
Keloid sejatinya tidak membutuhkan pengobatan medis. Namun jika dirasa cukup mengganggu, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter kulit untuk menghilangkan keloid.
Ada berbagai cara menghilangkan keloid yang bisa dianjurkan oleh dokter. Beberapa di antaranya meliputi:
Perawatan laser efektif untuk meratakan keloid dan mengurangi warna kemerahan. Cara menghilangkan keloid ini tergolong aman dan tidak terlalu menyakitkan.
Penanganan keloid dengan sinar laser harus dilakukan oleh dokter spesialis kulit berpengalaman. Metode ini juga relatif mahal dan umumnya membutuhkan beberapa kali perawatan.
Cara menghilangkan keloid dengan suntikan kortikosteroid tergolong aman, tapi cukup menyakitkan. Suntikan ini biasanya akan diberikan pada kulit yang mengalami keloid setiap 1-2 bulan sekali, dengan tujuan meratakan keloid agar sama dengan kulit di sekitarnya.
Meski begitu, suntikan kortikosteroid dapat membuat bagian keloid yang sudah rata mengalami warna kemerahan. Pasalnya, kortikosteroid akan merangsang pembentukan pembuluh darah di bawah permukaan kulit.
Apabila sudah kempis pun, bekas keloid akan tetap memiliki warna kulit yang tampak berbeda dari kulit di sekelilingnya.
Penanganan keloid satu ini menggunakan gel atau lembar silikon yang dibalutkan pada bagian kulit yang ditumbuhi keloid. Anda harus menggunakannya selama beberapa bulan.
Harap diingat bahwa penggunaan gel silikon ini bisa memberikan hasil yang bervariasi pada tiap penderita.
Cryotherapy menggunakan nitrogen cair untuk membekukan keloid. Prosedur medis ini bertujuan untuk mengempiskan keloid. Namun cryotherapy biasanya akan meninggalkan bekas luka berwarna lebih gelap pada permukaan kulit.
Sebagai cara menghilangkan keloid, prosedur operasi bisa dibilang cukup berisiko. Mengapa demikian?
Pasalnya, dokter akan memotong keloid pada kulit Anda. Proses ini justru dapat memicu pembentukan keloid yang serupa atau bahkan lebih besar.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, dokter bedah umumnya akan memberikan perawatan lanjutan setelah pembedahan. Dokter bisa menyuntikkan kortikosteroid, membungkus dengan pembalut khusus, atau melakukan terapi radiasi pada bekas luka keloid.
Namun terapi radiasi berpotensi meningkatkan risiko kanker. Karena itu, perawatan lanjutan ini termasuk jarang dilakukan.
Dalam beberapa penelitian terkini, suntikan interferon dikatakan dapat mengurangi ukuran keloid. Meski begitu, belum dapat dipastikan apakah hasilnya dapat bertahan lama atau tidak.
Jenis suntikan kemoterapi ini telah digunakan sebagai pengobatan keloid. Suntikan fluorourasil dan bleomisin dapat disuntikkan dengan atau tanpa steroid.
Meski tidak berbahaya, keloid dapat memengaruhi penampilan dan kualitas hidup penderitanya. Jika keloid yang Anda alami semakin membesar dan terasa mengganggu, segera konsultasikan dengan dokter kulit untuk mendapatkan penanganan yang tepat.