(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Jangan Gunakan Antibiotika Tanpa Resep Dokter

Admin rsud | 21 November 2017 | 2100 kali

Kini menggunakan antibiotik tanpa resep dokter sebagai bagian pengobatan sendiri makin banyak dilakukan. Padahal antibiotik merupakan jenis golongan obat resep dan tidak semestinya dapat dibeli secara bebas.

Antibiotika adalah obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sangat penting untuk mendapatkan petunjuk dan anjuran dari dokter sebelum mengonsumsi obat antibiotik. Yang perlu diketahui adalah jenis antibiotik bukan hanya ada satu. Perbedaan infeksi membutuhkan jenis antibiotik yang berbeda-beda.

Selain menentukan antibiotik mana yang cocok, dokter juga yang tahu pasti mengenai dosis dan frekuensi yang cocok, sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Oleh karena pemberian antibiotik perlu pertimbangan beberapa faktor, sangat tidak dianjurkan untuk menggunakan antibiotik berdasarkan inisiatif sendiri. Tanpa pengetahuan medis yang lengkap, risiko keliru dalam menggunakan antibiotik sangat tinggi.

Sebagai salah satu jenis obat umum, antibiotika banyak beredar di masyarakat. Hanya saja, masih ditemukan perilaku yang salah dalam penggunaan antibiotika yang menjadi risiko terjadinya resistensi antibiotik, diantaranya: peresepan antibiotik secara berlebihan oleh tenaga kesehatan; adanya anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotik merupakan obat dari segala penyakit; dan lalai dalam menghabiskan atau menyelesaikan  treatment antibiotik.

Mengonsumsi antibiotik yang salah baik dari segi jenis, dosis dan frekuensi,dapat mengakibatkan bakteri menjadi resisten. Resisten berarti bakteri tersebut beradaptasi dan berubah menjadi kebal terhadap antibiotik yang dulu mampu memusnahkannya. Hal ini sering terjadi akibat penyalahgunaan antibiotik.

Menurut Kemenkes RI, jika masalah resistensi antibiotika tidak segera ditangani, para pakar memperkirakan bahwa pada tahun 2050, lebih kurang 10 juta orang di dunia meninggal karena resistensi antibiotika. Selain itu, resistensi antibiotika mengakibatkan biaya kesehatan menjadi lebih tinggi karena penyakit lebih sulit diobati; butuhkan waktu perawatan yang lebih lama; dan membawa risiko kematian yang lebih besar.

Belum banyak diketahui bahwa sebenarnya sifat resisten pada bakteri awalnya tidak merugikan, justru merupakan penyeimbang kehidupan. Namun, perilaku penggunaan antibiotika secara berlebihan mengakibatkan sifat resisten yang semula menguntungkan manusia justru berbalik menjadi ancaman. Mikroflora atau bakteri baik yang ada di dalam tubuh kita, berfungsi sebagai vaksin alami. Namun, resistensi antibiotika menyebabkan proteksi tubuh melemah, sehingga bakteri yang seharusnya menjadi sahabat justru menjadi sumber penyakit.

Saat ini resistensi antibiotika menjadi fokus dunia karena masalah ini berpotensi berkembang menjadi ancaman serius terhadap keamanan global, ketahanan pangan, serta tantangan pembangunan berkelanjutan dengan dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi. Tidak hanya mengancam manusia, resistensi antibiotika juga mengancam hewan dan tanaman. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan one health yang melibatkan sektor kesehatan, pertanian (termasuk peternakan dan kesehatan hewan), serta lingkungan.

Sekali lagi diingatkan kepada seluruh masyarakat agar tidak membeli dan menggunakan antibiotik atas inisiatif sendiri tanpa ada resep dari dokter. Apabila sakit harus berobat di fasilitas pelayanan kesehatan. Antobiotik harus diminum sampai tuntas dan teratur sesuai anjuran dokter. Resistensi antibiotik terjadi saat reaksi bakteri terhadap antibiotika tidak sebagaimana harusnya, sehingga antibiotika tidak ampuh lagi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat hanya akan mengakibatkan kerugian seperti efek samping, pengeluaran biaya yang sia-sia dan resistensi yang dapat menyebabkan infeksi parah di kemudian hari.