(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Gangguan Koordinasi Perkembangan

Admin rsud | 17 Desember 2019 | 1636 kali

Gangguan koordinasi perkembangan (developmental coordination disorder atau dyspraxia) merupakan gangguan keterampilan motorik yang terjadi karena adanya keterlambatan dalam perkembangan gerakan dan koordinasi pada anak. Akibatnya, anak tidak dapat atau kesulitan untuk melakukan tugas sehari-hari. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak tetapi orang dewasa juga dapat mengalami gangguan ini. 

Anak dengan dyspraxia memiliki kesulitan untuk menguasai aktivitas motorik yang sederhana, seperti mengikat tali sepatu, menulis, atau menuruni tangga. Anak juga tidak dapat melakukan tugas yang sesuai dengan usianya, baik dalam bidang akademik maupun aktivitas sehari-hari.

Anak dengan kondisi ini akan terlambat untuk dapat duduk, berdiri, berjalan, dan berbicara. Pada kondisi ini, anak tidak dapat mengkoordinasikan pikiran dan perbuatannya secara nyata. Anak-anak yang mengalami gangguan ini umumnya memiliki kecerdasan normal. Namun, keterlambatan tersebut membuat anak dipandang tidak kompeten, ceroboh, atau canggung karena kesulitan atau tidak dapat melakukan tugas dasar.

Anak dengan dyspraxia dapat menjadi terlalu memerhatikan dirinya dan menarik diri dari berbagai aktivitas sosial atau olahraga. Kurangnya olahraga dan pergerakan dapat membuat anak memiliki kekuatan otot yang lemah dan meningkatkan berat badan anak. Oleh karenanya perlu gangguan koordinasi perkembangan perlu untuk segera disadari dan ditindaklanjuti. 

 

Terdapat beberapa gejala gangguan koordinasi perkembangan, antara lain:

  • Sering menjatuhkan barang.
  • Sering tersandung.
  • Berjalan dengan tidak seimbang.
  • Kesulitan menuruni tangga.
  • Sering menabrak orang lain.
  • Kesulitan untuk memegang benda-benda kecil.
  • Kesulitan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru.
  • Kesulitan melakukan aktivitas di sekolah seperti menulis, mewarnai, menggambar, menggunakan gunting.
  • Kesulitan untuk menjaga keseimbangan, pergerakan, dan koordinasi. 
  • Kesulitan mengikat tali sepatu, mengenakan pakaian, dan kegiatan perawatan diri lainnya.
 

Dyspraxia lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dan biasanya terdapat anggota keluarga yang mengalami dyspraxia dalam riwayat keluarga anak tersebut Penyebab dari gangguan ini belum diketahui dengan pasti. Namun peneliti percaya, gangguan ini terjadi akibat perkembangan otak yang terlambat.

Anak dengan gangguan ini juga biasanya tidak mempunyai kondisi medis yang dapat menjelaskan terjadinya dyspraxia. Namun, anak yang lahir prematur mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini.  Dalam beberapa kasus, dyspraxia dapat timbul bersama dengan gangguan mental lainnya seperti attention deficit hyperactive disorder (ADHD), dyslexia, atau autisme. Meski demikian, kedua kondisi ini biasanya tidak berhubungan.

 

Untuk mendiagnosis gangguan ini, terdapat empat kriteria berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), antara lain:

  • Pembelajaran dan eksekusi dalam keterampilan koordinasi motorik tidak sesuai dengan umur, walaupun sudah diberikan kesempatan untuk belajar dan mempraktikkan keterampilan tersebut. Kesulitan termanifestasi dalam bentuk kecanggungan (contoh, menjatuhkan atau menyenggol benda-benda) dan kelambatan serta ketidakakuratan dari performa keterampilan motorik (contoh, menangkap benda, menggunakan gunting, menulis, mengendarai sepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga).
  • Kesulitan dalam keterampilan motorik terlihat jelas atau secara terus-menerus berdampak pada aktivitas sehari-hari yang sesuai dengan usia (contoh, merawat diri), kegiatan yang membutuhkan keterampilan tertentu, prestasi di sekolah, maupun kegiatan-kegiatan lain, seperti bermain.
  • Kemunculan awal gejala-gejala adalah saat periode perkembangan awal.
  • Kesulitan dalam keterampilan motorik tidak dapat dijelaskan oleh keterlambatan intelektual, maupun gangguan neurologi lainnya yang dapat memengaruhi pergerakan.

Dokter dan ahli kesehatan mental lainnya juga mungkin akan melakukan beberapa tes dan evaluasi untul menilai bagaimana cara anak Anda atau Anda bergerak untuk mengetahui apakah anak Anda atau Anda mengalami dyspraxia.  

 

Gangguan koordinasi perkembangan ini dapat ditangani dengan edukasi jangka panjang, terapi fisik, terapi okupasi, dan pelatihan keterampilan sosial yang membantu penderita untuk beradaptasi dengan gangguan yang dialami.

Dalam terapi fisik anak diajarkan untuk mengembangkan koordinasi, keseimbangan, dan komunikasi yang baik antara otak dan tubuh. Olahraga individual seperti berenang atau bersepeda mungkin akan membantu membangun keterampilan motorik dibandingkan olahraga yang berkelompok. Olahraga setiap hari diperlukan untuk melatih kerjasama antara otak dan tubuh, serta mengurangi risiko obesitas.

Sementara itu, terapi okupasi berguna untuk membantu mencari cara praktis agar anak dapat mengerjakan tugas serta melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Terapis pada terapi okupasi mungkin dapat bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan beberapa perubahan yang dapat membantu anak di sekolah, seperti untuk mencatat, anak dapat menggunakan komputer daripada menulis dengan tangan.

Psikoterapi berupa terapi perilaku kognitif juga dapat membantu anak dengan membantu anak untuk mengatasi masalah karena gangguan yang dihadapi dengan mengubah cara anak berpikir dan berperilaku mengenai gangguan tersebut. Anda juga dapat memasukkan anak ke dalam komunitas-komunitas yang terdiri dari anak-anak yang mengalami hal serupa agar anak Anda dapat bersosialisasi serta mendapatkan dukungan dari teman-teman komunitasnya. Namun, perlu diketahui bahwa anak yang mengalami gangguan koordinasi perkembangan bisa saja tetap mengalami gejala-gejala dari gangguan meskipun sudah dewasa. 

Jika Anda mengalami gangguan koordinasi perkembangan, terdapat beberapa hal yang dapat Anda lakukan, yaitu:

  • Belajar menggunakan komputer atau laptop jika Anda memiliki kesulitan untuk menulis dengan tangan.
  • Belajar untuk memberitahukan tantangan-tantangan yang Anda hadapi secara positif serta bagaimana cara Anda mengatasinya.
  • Berolahraga secara teratur. 
  • Bercerita dengan orang-orang terdekat mengenai masalah Anda atau mengikuti komunitas-komunitas yang terdiri dengan orang-orang yang pernah mengalami gangguan yang sama agar Anda dapat saling mendukung dan berdiskusi tentang masalah gangguan yang Anda hadapi.
  • Gunakan kalender atau jurnal untuk meningkatkan keterampilan mengatur Anda.
 

Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas, segeralah konsultasikan ke Dokter dan ahli kesehatan mental lainnya.