Gangguan koordinasi perkembangan (developmental coordination disorder atau dyspraxia) merupakan gangguan keterampilan motorik yang terjadi karena adanya keterlambatan dalam perkembangan gerakan dan koordinasi pada anak. Akibatnya, anak tidak dapat atau kesulitan untuk melakukan tugas sehari-hari. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak tetapi orang dewasa juga dapat mengalami gangguan ini.
Anak dengan dyspraxia memiliki kesulitan untuk menguasai aktivitas motorik yang sederhana, seperti mengikat tali sepatu, menulis, atau menuruni tangga. Anak juga tidak dapat melakukan tugas yang sesuai dengan usianya, baik dalam bidang akademik maupun aktivitas sehari-hari.
Anak dengan kondisi ini akan terlambat untuk dapat duduk, berdiri, berjalan, dan berbicara. Pada kondisi ini, anak tidak dapat mengkoordinasikan pikiran dan perbuatannya secara nyata. Anak-anak yang mengalami gangguan ini umumnya memiliki kecerdasan normal. Namun, keterlambatan tersebut membuat anak dipandang tidak kompeten, ceroboh, atau canggung karena kesulitan atau tidak dapat melakukan tugas dasar.
Anak dengan dyspraxia dapat menjadi terlalu memerhatikan dirinya dan menarik diri dari berbagai aktivitas sosial atau olahraga. Kurangnya olahraga dan pergerakan dapat membuat anak memiliki kekuatan otot yang lemah dan meningkatkan berat badan anak. Oleh karenanya perlu gangguan koordinasi perkembangan perlu untuk segera disadari dan ditindaklanjuti.
Terdapat beberapa gejala gangguan koordinasi perkembangan, antara lain:
Dyspraxia lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dan biasanya terdapat anggota keluarga yang mengalami dyspraxia dalam riwayat keluarga anak tersebut Penyebab dari gangguan ini belum diketahui dengan pasti. Namun peneliti percaya, gangguan ini terjadi akibat perkembangan otak yang terlambat.
Anak dengan gangguan ini juga biasanya tidak mempunyai kondisi medis yang dapat menjelaskan terjadinya dyspraxia. Namun, anak yang lahir prematur mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini. Dalam beberapa kasus, dyspraxia dapat timbul bersama dengan gangguan mental lainnya seperti attention deficit hyperactive disorder (ADHD), dyslexia, atau autisme. Meski demikian, kedua kondisi ini biasanya tidak berhubungan.
Untuk mendiagnosis gangguan ini, terdapat empat kriteria berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), antara lain:
Dokter dan ahli kesehatan mental lainnya juga mungkin akan melakukan beberapa tes dan evaluasi untul menilai bagaimana cara anak Anda atau Anda bergerak untuk mengetahui apakah anak Anda atau Anda mengalami dyspraxia.
Gangguan koordinasi perkembangan ini dapat ditangani dengan edukasi jangka panjang, terapi fisik, terapi okupasi, dan pelatihan keterampilan sosial yang membantu penderita untuk beradaptasi dengan gangguan yang dialami.
Dalam terapi fisik anak diajarkan untuk mengembangkan koordinasi, keseimbangan, dan komunikasi yang baik antara otak dan tubuh. Olahraga individual seperti berenang atau bersepeda mungkin akan membantu membangun keterampilan motorik dibandingkan olahraga yang berkelompok. Olahraga setiap hari diperlukan untuk melatih kerjasama antara otak dan tubuh, serta mengurangi risiko obesitas.
Sementara itu, terapi okupasi berguna untuk membantu mencari cara praktis agar anak dapat mengerjakan tugas serta melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Terapis pada terapi okupasi mungkin dapat bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan beberapa perubahan yang dapat membantu anak di sekolah, seperti untuk mencatat, anak dapat menggunakan komputer daripada menulis dengan tangan.
Psikoterapi berupa terapi perilaku kognitif juga dapat membantu anak dengan membantu anak untuk mengatasi masalah karena gangguan yang dihadapi dengan mengubah cara anak berpikir dan berperilaku mengenai gangguan tersebut. Anda juga dapat memasukkan anak ke dalam komunitas-komunitas yang terdiri dari anak-anak yang mengalami hal serupa agar anak Anda dapat bersosialisasi serta mendapatkan dukungan dari teman-teman komunitasnya. Namun, perlu diketahui bahwa anak yang mengalami gangguan koordinasi perkembangan bisa saja tetap mengalami gejala-gejala dari gangguan meskipun sudah dewasa.
Jika Anda mengalami gangguan koordinasi perkembangan, terdapat beberapa hal yang dapat Anda lakukan, yaitu:
Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas, segeralah konsultasikan ke Dokter dan ahli kesehatan mental lainnya.