(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Deteksi Penyebab Alergi Makanan Pada Si Kecil

Admin rsud | 20 Februari 2018 | 879 kali

Masalah alergi makanan Masalah alergi makanan ini memang masalah kesehatan yang memusingkan dan tak sedikit yang menderita gangguan ini. Misalnya saja di Inggris, 6-8% anak-anak mengalami alergi makanan. Bahkan 25% dewasa dilaporkan pernah mengalami reaksi alergi makanan. Zat penyebab alergi, kita sebut dengan alergen. Alergen dari makanan terutama berasal dari zat glikoprotein yang larut dalam air, baik dari bahan hewani atau nabati, seperti susu sapi, telur ayam, kacang-kacangan, dan golongan biji wijen. Selain itu yang lebih jarang adalah alergi buah kiwi, alergi gandum dan kedelai. Berbeda dengan anak-anak, pada dewasa lebih sering ditemukan alergi terhadap kerang, ikan, dan kacang-kacangan. Alergi terhadap zat makanan pada anak-anak bisa timbul pada berbagai usia. Mulai usia 6 bulan, bahkan ada yang baru timbul pada akhir masa kanak-kanak. Kebanyakan memang bisa resolusi atau tidak alergi lagi pada umur tertentu, namun alergi berbagai zat seperti kacang, ikan, kerang akan persisten (menetap sepanjang hidup). Alergi akan semakin berisiko bagi mereka yang memiliki riwayat alergi pada orang tua atau memiliki gangguan seperti eksim dan asma.  

Apa akibat alergi? Alergi makanan ini bisa menyebabkan gejala ringan seperti biduran bahkan hingga mengancam nyawa seperti reaksi anafilaksis. Pada reaksi anafilaksis, alergen menyebabkan gangguan pembuluh darah yang menyebabkan keadaan syok, kehilangan kesadaran, hingga kegagalan organ. Organ yang sering terlibat dalam reaksi alergi adalah kulit (menyebabkan biduran, kemerahan kulit, bengkak), gangguan pencernaan (muntah, nyeri perut, diare), dan gangguan saluran pernapasan (rhinitis, asma). Alergi ini tidak hanya diakibatkan karena menelan atau mengonsumsi zat makanan, namun dalam beberapa kasus bisa karena kontak kulit terhadap alergen, seperti yang dialami Zaki pada adonan kue. Bahkan dalam beberapa kasus bisa disebabkan oleh menghirup alergen dari udara. Bagaimana mendeteksinya? Jika Anda menduga bahwa si kecil sepertinya alergi terhadap zat makanan tertentu rujuklah ke dokter umum untuk memastikan bahwa ini adalah reaksi alergi. Kemudian dokter umum akan mengevaluasi apakah perlu dilakukan uji deteksi alergi. Uji deteksi alergi ini dilakukan oleh spesialisasi seperti dokter kulit atau penyakit dalam. Biasanya dokter akan mengevaluasi:

  1. Apakah reaksinya berulang atau bisa dipicu lagi? Apakah reaksi timbul setiap konsumsi makanan tersebut.
  2. Seberapa lama reaksi ini berlangsung? Reaksi alergi biasa timbul dalam waktu singkat dalam hitungan menit sampai 2,5 jam.
  3. Apakah gambaran keluhannya cocok dengan reaksi alergi?

Jika dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya riwayat alergi dan bukan alergi maka pemeriksaan alergi tidak dilakukan. Jika dievaluasi bahwa terdapat riwayat alergi terhadap alergen, riwayatnya agak samar-samar, atau ada riwayat pada keluarga, maka dokter akan melakukan uji deteksi dengan pin-prick kulit dan pengukuran IgE. Dokter spesialis akan melakukan uji pin-prick pada kulit. Pengujian ini memiliki sensitifitas yang baik untuk mendeteksi alergi, namun di satu sisi pendeteksian terhadap alergen tertentu memang tidak terlalu baik. Kemudian dapat dilakukan uji imunologi IgE spesifik dengan menggunakan sarana ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Jika ditemukan konsentrasi IgE yang meningkat maka dapat menunjukkan risiko terhadap reaksi alergi yang semakin tinggi. Pada teknik ini, IgE diambil dari darah. Dalam beberapa kasus dapat dilakukan tes food challenge. Pasien diberikan makanan yang tidak diketahuinya dan makanan biasa untuk kontrol. Pemberian makanan ini diberi jarak 20 menit dan dievaluasi apakah terdapat reaksi alergi atau tidak. Tes ini harus dilakukan pada sarana rumah sakit yang lengkap dan dapat melakukan pertolongan pertama, seandainya terjadi anafilaksis. Bagaimana melakukan pin-prick kulit? Uji pin-prick kulit dilakukan dengan cepat, biasanya memerlukan waktu 15-20 menit. Uji ini dilakukan di rumah sakit atau klinik dokter umum dan dilakukan oleh dokter atau perawat terlatih. Dengan uji pin-prick, kulit diberikan alergen dalam jumlah sangat kecil dan ditusukkan lembut pada kulit. Penusukkan diberikan dengan ujung jarum kecil (lancet). Saat penusukkan tidak menyakitkan namun memang sedikit tak nyaman. Uji ini dapat dilakukan untuk semua usia. Pemberian alergen biasanya dilakukan di atas lengan bawah, atau bisa dilakukan di punggung bila tidak bisa dilakukan di lengan bawah (misalnya pasien memiliki eksim di lengannya). Alergen yang diuji dapat sejumlah 3 hingga 25 alergen. Kemudian lengan tersebut ditandai dengan pena sebagai identifikasi alergen. Kemudian hasilnya dievaluasi selama 15-20 menit berikutnya untuk melihat apakah terdapat biduran atau tidak. Uji ini memberi hasil bahwa jumlah antibodi yang ada yang dapat menyebabkan gejala alergi, bukan tingkat keparahan alergi yang terjadi. Terobosan baru deteksi alergi Saat ini berkembang cara baru deteksi alergi dengan menggunakan teknologi biofisika.  Sebelum menjalani terapi, dokter melakukan anamnesis, yaitu melihat riwayat alergi pasien, orang tua, atau keluarga. Di sini pasien harus memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada dokter sehingga identifikasi alergen utama dapat ditemukan setepat mungkin. Setelah itu dokter akan melakukan identifikasi terhadap alergen yang menimbulkan gejala alergi dengan melakukan pemeriksaan (deteksi) kemudian mendiskusikan rencana terapi secara individual. Banyak sedikitnya sesi terapi yang diperlukan adalah bervariasi dan sangat individual, karena tergantung dari banyaknya jumlah alergen yang menimbulkan masalah. Deteksi dan terapi dengan metode ini mempunyai kelebihan :

  • Dilakukan tanpa menggunakan obat dan tanpa tindakan invasif apapun terhadap pasien (tanpa suntik, listrik dll), sehingga sangat nyaman digunakan untuk si kecil
  • Tidak ada batasan usia untuk pelaksanaannya
  • Tidak perlu persiapan sebelum deteksi/pemeriksaan
  • Hasil didapatkan segera setelah pemeriksaan (tidak perlu menunggu).

  Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk meneliti efektivitas dari metode ini. Sebuah studi yang dilakukan di Cina memberikan informasi efektivitas deteksi dan terapi menggunakan metode ini mencapai 89%. Kenyamanan, hasil studi yang terus dilakukan, dan angka efektivitas yang bermakna membuat terapi ini menjadi sebuah terobosan masa depan yang dapat membantu pasien-pasien dengan alergi.