Salah satu penyakit yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia ialah stroke. Penyakit ini tak hanya menyebabkan kecacatan, namun juga menurunkan status kesehatan dan kualitas hidup penderita stroke hingga berisiko kepada kematian. Di samping itu akan menambah beban biaya kesehatan yang ditanggung keluarga dan negara.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), stroke ialah gejala-gejala defisit fungsi saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak, bukan oleh sebab yang lain. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Stroke merupakan penyebab disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung iskemik baik di negara maju maupun berkembang.
dr. Lily S. Sulistyowati, MM – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) menerangkan stroke dapat dicegah dengan pengendalian perilaku yang berisiko seperti penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan obesitas, kurang aktivitas fisik serta penggunaan alkohol.
Menurut data Riskesdas, faktor risiko perilaku utama yang menjadi tantangan dalam upaya pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia adalah:
a. Sekitar 93,5% penduduk berusia >10 tahun kurang konsumsi buah dan sayur.
b. Sekitar 36,3% penduduk berusia >15 tahun merokok, perempuan berusia > 10 tahun yang merokok sekitar 1,9%.
c. Sekitar 26,1% penduduk kurang melakukan aktivitas fisik.
d. Sekitar 4,6% penduduk berusia >10 tahun minum minuman beralkohol.
"Faktor perilaku tersebut, merupakan penyebab terjadinya faktor risiko fisiologis atau faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke,".