(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Bedanya Rapid Test, Swab dan PCR! Lebih Akurat Mana?

Admin rsud | 20 April 2020 | 9575 kali

Pemerintah Indonesia kini telah menyerahkan rapid test hampir di seluruh wilayah yang terjangkit COVID-19 atau virus corona.

Tes cepat ini kini sudah dipakai di sejumlah daerah. Ambil contoh, Bali misalnya. Bali telah memanfaatkan rapid test bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang tiba di Bandar Udara (Bandara) Internasional I Gusti Ngurah Rai (Bandara Ngurah Rai). Mereka yang hasil rapid test-nya positif COVID-19, langsung menjalani karantina dan tes polymerase chain reaction (PCR) melalui laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar untuk memastikannya lagi.

Bila hasil rapid test negatif, maka PMI tersebut dikarantina oleh Pemerintah Kabupaten/Kota selama 14 hari, sesuai prosedur tetap (Protap) pencegahan COVID-19.

Namun seiring banyaknya orang yang positif COVID-19 setelah menjalani rapid test, membuat masyarakat jadi resah. Apakah orang tersebut bisa dipastikan positif COVID-19 atau tidak? Lalu kenapa mereka harus menjalani tes kedua menggunakan metode PCR, jika rapid test saja sudah positif?

Biar gak bingung, ini bedanya rapid test, tes swab, dan PCR berdasarkan wawancara dengan petugas analisis laboratorium rumah sakit swasta di Bekasi, Ida.

1. Rapid test menggunakan darah. Kalau swab memeriksa lendir di tenggorokan

Petugas analisis yang bertugas memeriksa rapid test secara door to door di Bekasi, Ida, mengungkapkan rapid test menggunakan sampel darah. Sedangkan pemeriksaan swab menggunakan sampel lendir dari dalam hidung atau tenggorokan.

2. Hasil rapid test bisa keluar hanya dalam waktu 15 menit. Sementara metode PCR lebih lama

Menurut Ida, rapid test bisa diketahui hasilnya dalam kurun waktu 10-15 menit. Jika lebih dari 15 menit, hasil rapid test bisa berubah-ubah menjadi positif atau negatif. Jadi untuk memastikan hasilnya, harus benar-benar dilihat tidak boleh lebih dari 15 menit.

"Jika lebih dari 15 menit hasilnya tidak tentu artinya bisa tiba-tiba berubah positif atau sebaliknya negatif. Jadi yang dibaca hasilnya sebelum 15 menit," ujarnya tak lama ini.

Sementara pemeriksaan menggunakan metode PCR memerlukan waktu 1-3 hari untuk mendapatkan hasil. Hasil pemeriksaan rapid test dan PCR juga bisa keluar lebih lama dari itu, apabila kapasitas laboratorium yang digunakan untuk memeriksa sampel sudah penuh. Sehingga sampel yang masuk harus mengantre dulu untuk bisa diperiksa.

3. Hasil rapid test yang dinyatakan positif belum tentu mendiagnosis adanya infeksi COVID-19. Jadi seseorang harus menjalani tes pemeriksaan lagi

Dilansir dari laman Sehatq.com, rapid test memeriksa virus menggunakan IgG dan IgM yang ada di dalam darah. IgG dan IgM adalah sejenis antibodi yang terbentuk di dalam tubuh ketika mengalami infeksi virus. Jadi ketika tubuh terinfeksi virus, maka jumlah IgG dan IgM akan bertambah.

Rapid test yang mengambil sampel darah tersebut dapat melihat adanya IgG atau IgM yang terbentuk di dalam tubuh seseorang. Jika ada IgG atau IgM di dalam tubuhnya, maka hasil rapid test dinyatakan positif. Namun hasil positif tersebut belum tentu mendiagnosis adanya infeksi COVID-19.

Sehingga meski rapid test hasilnya positif, ia harus menjalani pemeriksaan lanjutan. Yaitu pemeriksaan swab tenggorokan atau hidung. Pemeriksaan swab dinilai lebih akurat sebagai patokan diagnosis. Sebab COVID-19 akan menempel di hidung atau tenggorokan bagian dalam ketika memasuki tubuh seseorang.

Sampel lendir yang diambil dengan metode swab akan diperiksa menggunakan metode PCR. Hasil akhir dari pemeriksaan ini, nantinya benar-benar akan memperlihatkan apakah tubuh kamu terinfeksi virus SARS-COV2 (Penyebab COVID-19) atau tidak.

4. Pemeriksaan rapid test memang cepat dan mudah. Tetapi tidak akurat

Pemeriksaan rapid test memang lebih cepat, mudah, dan hasilnya juga cepat keluar. Cara ini juga bisa sebagai alternatif skrining cepat untuk mendata orang-orang yang butuh pemeriksaan lanjutan. Namun kekurangannya adalah hasil rapid test tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis COVID-19.

Pasien yang positif rapid test harus melalui pemeriksaan lanjutan, yaitu swab. Sementara pasien yang negatif harus mengulangi rapid test 7-10 hari kemudian. Jika tidak memungkinkan untuk mengulang, maka harus tetap isolasi di rumah selama 14 hari.

Sebab IgG dan IgM, yaitu antibodi yang diperiksa melalui rapid test, tidak langsung terbentuk jika terinfeksi. Dibutuhkan waktu kurang lebih tujuh hari hingga antibodi tersebut terbentuk.

Jadi, kalau menjalani pemeriksaan rapid test hari ini padahal baru terpapar COVID-19 kemarin, maka kemungkinan besar hasilnya akan negatif. Inilah yang dinamakan dengan false negative atau negatif palsu.

Begitu pula ketika hasil rapid test-nya positif. Bisa saja ternyata false positive atau positif palsu. Sebab IgG dan IgM akan terbentuk setiap infeksi terjadi, dan bukan hanya akibat infeksi COVID-19.

Ketika rapid test menunjukkan hasil positif, maka kemungkinannya ada dua. Yaitu kamu benar-benar terinfeksi COVID-19, atau justru terinfeksi virus lain seperti demam berdarah, misalnya.

5. Pemeriksaan swab merupakan metode paling akurat untuk mendeteksi COVID-19

Pengambilan swab (Lendir) dan pemeriksaan PCR termasuk metode yang paling akurat untuk mendeteksi COVID-19. Namun pemeriksaan ini memang memerlukan waktu yang lebih lama dan rumit. Pemeriksaan sampel pun hanya bisa dilakukan di laboratorium yang memiliki kelengkapan khusus.