(0362) 22046
rsud@bulelengkab.go.id
Rumah Sakit Umum Daerah

Bayi Memang Menggemaskan, tapi Jangan Sembarang Sentuh-Cium Mereka

Admin rsud | 23 Mei 2019 | 894 kali

Pernahkah Anda pergi mengunjungi teman atau kerabat yang baru saja melahirkan lalu mencoba menggendong, mencubit, memegang pipi, bahkan mencium bayi mereka? Jika Anda termasuk orang yang melakukan hal tersebut, sebaiknya hentikan kebiasaan itu.

Dermatitis atopik, atau biasa disebut eksim merupakan penyakit peradangan kulit yang lazim menyerang anak, ia muncul ditandai dengan ruam dan rasa gatal. Kemunculan penyakit ini sebagian besar merupakan faktor genetik karena alergi atau asma bawaan. Hanya saja, meski dermatitis autopik yang diderita Ryu bisa jadi merupakan penyakit bawaan, pesan orangtua Ryu untuk tidak sembarangan menyentuh bayi benar adanya.

Mengapa Sebaiknya Tak Menyentuh Bayi Di Inggris, terdapat kasus kematian bayi dipicu penularan bakteri lewat sentuhan. Kisah itu terjadi pada bayi perempuan Emily Vandenbrouck yang bernama Fleur Dulcie Edwards. Usianya baru tiga bulan. Fleur ditemukan ayahnya, Ashley Edwards, sudah tidak bernyawa, sehari setelah mereka menghadiri sebuah acara amal. Sang ibu sempat melakukan CPR, tetapi usahanya sia-sia.

Hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit Hreat Ormond Street mengungkapkan Fleur mengidap infeksi Group B Streptococcus. Penyakit itu ditimbulkan oleh bakteri yang berkoloni di usus dan vagina. Infeksi Group B Streptococcus umumnya tidak berbahaya pada orang dewasa sehat, tapi penyakit ini menyebabkan keguguran pada ibu hamil dan infeksi serius pada bayi. “Fleur dipegang dan dicium banyak orang, mungkin salah satunya tidak cuci tangan setelah menggunakan toilet.”

Kuman Membangun Imunitas Anak? Unggahan cerita dari orangtua Ryu mendapat banyak respons warganet. Banyak yang setuju dan mendukung kampanyenya untuk tidak memegang bayi sembarangan. Namun, ada juga yang kontra dengan alasan sistem imun anak tidak akan terbangun jika tidak terpapar kuman. Banyak dari mereka menyalahkan sikap orangtua Ryu yang dianggap terlalu higienis; selalu membawa tisu basah untuk menyeka bagian tubuh anaknya yang disentuh orang lain. Pendapat terakhir tidak sepenuhnya salah, paparan kuman memang membangun sistem kekebalan tubuh pada anak. Saat terinfeksi virus atau terpapar bakteri, sistem imunitas akan mencari cara mempertahankan diri sehingga nantinya, saat kuman yang sama menyerang, tubuh siap melawan dan tidak sakit. Namun, kondisi tersebut tak bisa dijadikan pembenaran untuk membiarkan anak terkena kuman. “Bayi akan mendapatkan paparan kuman yang ia butuhkan secara alami,” kata Robert W. Frenck Jr, profesor pediatri dari Cincinnati Children's Hospital Medical Center, dipacak dari laman WebMd. Kuman-kuman jinak pada orang dewasa bisa menyebabkan masalah serius pada bayi. Orangtua, idealnya, mesti maksimal dalam melindungi anak dari kuman selama tiga bulan pertama kehidupan—jika mungkin, hingga usia enam tahun. Seiring bertambahnya umur, sistem kekebalan tubuh pun akan berkembang menjadi lebih kuat.

Laman Healthline menyebut bahwa masa awal setelah bayi lahir bukanlah waktu yang tepat untuk membangun kekebalan tubuh. Saat-saat itu justru merupakan masa emas untuk merangsang ikatan antara bayi dan orangtua, serta melindungi mereka dari penularan kuman. Demam yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan merupakan indikasi infeksi serius pada bayi, apalagi jika ditandai gejala lain seperti sulit bernapas, muntah, diare, dan penurunan berat badan. “Bayi sangat lebih rentan dibanding orang dewasa karena sistem imunnya belum benar-benar matang. Vaksinasisnya juga belum lengkap,” kata Marissa T.S. Pudjiadi, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Premier Bintaro.

Adab Berinteraksi dengan Bayi dan Balita Kondisi sistem imun pada anak, terutama bayi yang belum terbangun sempurna, harus menjadi acuan utama para orangtua untuk menjaga anaknya lebih ekstra di bulan pertama kehidupan. Dokter Marissa menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika berinteraksi dengan bayi. Salah satu yang terpenting adalah selalu mencuci tangan. “Bersihkan tangan Anda setiap mau menggendong atau berinteraksi, terutama setelah mengganti popok,” ujarnya. Menurut laman WebMD, sentuhan merupakan cara paling umum penyebaran penyakit menular, sehingga aturan cuci tangan ini harus diterapkan orangtua kepada semua orang yang berinteraksi dengan bayi mereka. Pedoman kedua: jangan menyentuh, apalagi mencium bayi, terlebih di bagian bibir. Larangan inilah yang kadangkala tak bisa diterapkan orangtua karena merasa tak enak hati.

Mereka khawatir larangan itu akan menyebabkan hubungan buruk dengan kerabat atau rekan. Persis seperti kondisi yang dialami orangtua Ryu. Mereka sungkan melarang nenek dan kerabat jauh memegang Ryu karena sudah lama tidak berjumpa. Jika kondisi ini terjadi, setidaknya arahkan untuk tidak memegang area tangan dan wajah. Cukup sentuhan di bagian kaki sehingga penyebaran kuman terbatas pada area yang minim membuat bayi sakit. Namun, pendekatan itu hanya efektif diterapkan sampai anak berumur sekitar 9 bulan. Setelahnya, mereka mulai mengeksplorasi gerakan tubuh dengan menghisap bagian kaki, terutama jari kaki. Jika orangtua masih kesulitan melarang, pakai alasan bahwa dokter khawatir aktivitas itu membikin sakit pada bayi. “Kalau sedang sakit, pakai masker yang menutup hidung dan mulut. Mulut itu banyak kuman dan ciuman itu bisa menularkan virus,” papar Marissa. Selanjutnya, orangtua perlu membawa pembersih tangan berbasis alkohol. Minta kepada orang-orang yang mau berinteraksi dengan bayi Anda untuk memakai pembersih ini selama 15-20 detik. Sebelum bayi berumur tiga bulan, sebaiknya orangtua juga menghindari pergi ke tempat ramai. Mereka juga perlu memilah tamu dan tidak menitipkan bayi kepada orang sakit atau di tempat penitipan yang karyawannya sedang sakit. Terakhir, lakukan vaksinasi lengkap.

By : Aditya Widya Putri (tirto.id - Kesehatan)