Mangupura Badung – Saat ini Indonesia memasuki era globalisasi dan persaingan pasar bebas, untuk itu diperlukan peningkatan mutu dalam segala bidang, salah satunya peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui akreditasi Rumah Sakit menuju kualitas pelayanan Internasional. “dalam menjawab tantangan tersebut peningkatan kualitas pelayanan sangatlah penting agar rumah sakit mampu berkompetisi baik di tingkat regional, nasional bahkan Internasional”, hal inilah yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr.Ketut Suarjaya, MPPM pada pembukaan Pertemuan Standar Akreditasi Rumah Sakit menuju Standar Internasional (JCI), tanggal 10 April 2014 di Hotel 100 Sunset 2 Aston Badung.
dr. Ni Made Laksmiwati kepala bidang Pelayanan Kesehatan dinkes Provinsi Bali, pada kesempatan yang sama, memberi gambaran tentang akreditasi RS di Bali belum dilakukan oleh semua RS. “Sampai tahun 2013 dari 52 RS yang ada di Bali baru 70% yang terakreditasi”. Dinkes provinsi Bali mengupayakan meningkatkan angka tersebut dengan membentuk SK Tim Pembina Provinsi Akreditasi RS yang akan membina dan mendampingi proses akreditasi RS di Bali, menyelenggarakan pertemuan sosialisasi akreditasi versi baru, membantu memfasilitasi kegiatan akreditasi dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan Kemenkes. Beliau mengingatkan bahwa seluruh RS wajib mengikuti akreditasi RS seperti yang ditetapkan perundang-undangan dan merupakan prasyarat bagi RS dalam mengurus ijin operasional tetap RS.
dr. Desriana,MARS, Kepala Seksi Evaluasi Subdit Bina Akreditasi RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain, perwakilan Kemenkes RI, menyampaikan Pemerintah telah memperbaiki dan menyempurnakan sistem penyelenggaraan akreditasi melalui penyusunan undang-undang, peraturan dan sistem akreditasi menuju Internasional. Kementerian Kesehatan menetapkan KARS sebagai Badan Akreditasi Nasional Independen dengan ketentuan UU no 40 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, diharapkan dengan perubahan sistem akreditasi RS menjadi versi 2012 yang lebih fokus dengan pelayanan pasien akan meningkatkan mutu pelayanan RS serta keselamatan pasien.
Narasumber dari KARS dr. Nurul Ainy Sidik,MARS menyampaikan di hadapan 45 peserta yang berasal dari jajarandinkes kabupaten/kota se-Bali, RSUD se-Bali dan beberapa RS swasta serta asosiasi perumahsakitan (PERSADA dan PERSI),“dengan adanya perubahan standar ini, rumah sakit lebih mengutamakan peningkatan mutu pelayanan RS, bukan semata-mata pada sertifikat kelulusan akreditasi.”
Perubahan paradigma standar akreditasi baru diaplikasikan pada pelayanan berfokus pasien, patient safety menjadi standar utama, kesinambungan pelayanan harus dilakukan baik saat merujuk keluar maupun serah terima pasien di dalam RS, serta hasil survey pencapaian RS terhadap skoring yang ditentukan berupa level-level pencapaian pratama, madya, utama dan paripurna.
Ni Nyoman Ayuningsih, SKp, MM, narasumber dari RSUP Sanglah pada hari ketiga berbagi pengalaman mengenai proses dan tahapan yang dijalani RSUP Sanglah dalam mengikuti proses Akreditasi RS JCI (Joint Commission International) dan implementasi standar- standar akreditasi. Banyak manfaat langsung dari melaksanakan akreditasi baru, yaitu RS dapat memberikan pelayanan terbaik dimana mampu menjawab:Apa sakit nya ?Apa rencana dokter? Berapa lama? Apakah ada pilihan lain? Bagaimana perkiraan hasilnya? Berapa biayanya?
Implementasi yang dilaksanakan di RSUP Sanglah dengan melakukan identifikasi pasien secara tepat, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanan penggunaan obat, mengurangi resiko salah lokasi, salah pasien dan salah tindakan, mengurangio resiko infeksi dan mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh sesuai dengan internasional standar keselamatan pasien. RS mampu mendengarkan pasien dan keluarganya, menghormati hak-hak pasien, dan melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra; meningkatkan kepercayaan publik bahwa RS telah melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien; menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan; modal negosiasi dengan asuransi kesehatan dan sumber pembayar lainnya dengan data tentang mutu pelayanan menciptakan budaya yang terbuka untuk belajar dari pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak diharapkan; dan membangun kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan prioritas pada kualitas dan keselamatan pasien di semua tingkat.